Beranilah untuk bermimpi, sekalipun untuk sesuatu yang tidak mungkin

bermimpilah untuk suatu hal yang tidak mungkin sekalipun

Pendidikan tinggi adalah sebuah kemewahan yang aku tak berani impikan bahkan sejak lama. Terlalu realistis untuk menyudahi saja mimpi itu daripada sakit hati karena tak mungkin untuk dicapai. Orang tuaku tak punya cukup dana untuk mendaftarkan aku di perguruan tinggi, sekalipun aku mati-matian menjelaskan mereka hanya perlu mendaftarkan saja, sisanya aku yang memperjuangkan meski harus bekerja membanting tulang sambil belajar. Teman-teman, guru dan orang bilang masuk jurusan seni saja, ambil perhotelan saja, masuk jurusan keguruan saja bahasa inggris kamu bagus, jadi chef saja kamu pinter masak. Semua orang bilang ini itu tapi miris kenyataannya untuk membayar uang SPP sekolah yang perbulan Rp.30.000,- saja aku sampai menunggak beberapa bulan. Apalagi membayar uang masuk kuliah yang nominalnya juta-jutaan itu, jual diri kemana aku buat uang sebanyak itu?
Tahun 2007 setamat dari SMA di kotaku Pagaralam, aku bekerja serabutan. Karena aku aktif di sanggar sekolahku, jadi untuk beberapa perlombaan aku masih diikutkan lomba tari di berbagai daerah, sebagai sampingan aku juga merangkap menjadi asisten make up artist yang mendandani para penari yang juga sahabatku, lumayan untuk uang jajan. Membantu ibu jualan nasi uduk dan hampir saja aku terima tawaran untuk jadi buruh bangunan, proyek tetangga yang sedang membangun rumah mewahnya. Sampai akhirnya orang tuaku punya sedikit modal untuk memulai usaha konter HP dan berjualan pulsa yang akan aku kelola.
Umur 17 tahun jauh dari kata matang dan siap untuk mengelola suatu usaha agar aku bisa mandiri. Meskipun keluarga ku berlatar belakang wiraswasta tetap tidak membuatku selamat dari rasa jenuh untuk menjalankan usaha ini.  Bayangkan aku yang biasanya keluyuran sana-sini bersama teman-teman  terjebak 24 jam didalam ruang 3x4m setiap hari untuk berdagang pulsa tanpa jam kerja yang jelas dan semua aku atur sendiri. Ya akulah bosnya, dengan pengetahuan wiraswasta nol. Oleh karena itu, seringkali aku bandel dan kabur-kaburan dari konterku untuk kumpul bareng teman-temanku yang sudah berkumpul disuatu tempat. Memang tak ada yang berhasil hal apapun bila dijalani tidak sepenuh hati. Usaha konterku pun kembang kempis, kebanyakan kempisnya lebih tepat, karena aku sering kabur dan aku sadar ini tidak bagus. Akhirnya kupanggil teman-temanku untuk kumpul saja dirumahku dan buat konterku menjadi base camp perkumpulan kita. Perlahan tapi pasti, usahaku pun merangkak naik.  Akupun merambah barang daganganku seperti rokok, alat tulis,  camilan, kaos sampai boneka-boneka untuk kado ulang tahun. Akan tetapi, aku merasa jiwaku kosong karena bukan ini yang aku inginkan. Aku ingin sekolah, sekolah yang tinggi. Aku suka sekolah, aku suka belajar. Tempatku bukan disini. Percayalah dunia tidak sesempit tuang 3x4m ini. Berbulan-bulan aku merasa kosong, rasa hausku untuk belajar Cuma jadi dahaga yang menyiksaku setiap hari. Untung ada buku-buku novel best seller yang aku pesan dari teman-temanku saat mereka mudik dari rutinitas perkuliahan mereka dan setia aku baca novel ini untuk membunuh waktu. Tapi hasilnya, hasratku makin menggebu-gebu untuk kuliah. Aku tak peduli akan jadi apa aku nantinya yang penting saat ini aku mau kuliah.
Internet masih sangat sulit saat itu untuk diakses dikampung halamanku, kucari-cari semua informasi mengenai perkuliahan. Bagaimana cara mendapatkan beasiswa. Semua membuat kesimpulan, aku harus diterima dulu di sebuah perguruan tinggi dan mengajukan program beasiswa. Baiklah, ini tidak mudah karena biaya formulir dan uang awal tahun sangat mahal. Entah kenapa pada pertengahan juli 2009, aku yang jarang mendengar radio ini tidak sengaja menyetel radio dan mendengar informasi beasiswa dari Putera Sampoerna Foundation. Langsung saja aku bergegas mencatat nomor kontak informan yang dapat dihubungi dari program beasiswa ini dan aku telpon saat itu juga. Sialnya, nomor tidak dapat dihubungi karena sedang sibuk. Mungkin ada yang sedang menanyakan hal yang sama di seberang sana. Kucoba sampai berulang kali dan terhubung, akhirnya akupun menanyakan kebenaran program beasiswa itu dan dijabarkan secara rinci sampai tim panitia mengirimkan formulir yang harus aku isi. Perlu kalian tahu, itu cuma 4 hari sebelum penutupan sementara banyak surat yang harus diurusi. Percayalah tidak ada yang tidak mungkin, malam hari itu juga aku mencari warnet yang masih buka untuk mencetak formulir pendaftaran. Tiga warnet aku jelajahi dengan jalan kaki untuk dapat mendownload dan mencetak formulir pendaftarannya. Maklum saja, kampungku terletak di pegunungan jadi sinyal internet susah diakses dimalam hari karena terhalang perbukitan. Jam 12 malam aku sampai dirumah dan kubaca sekilas berkas apa saja yang perlu disiapkan. Banyak juga ya.
Besoknya langsung kupersiapkan semua berkas pelengkap seperti surat keterangan tidak mampu dan yang paling menantang adalah menulis Essai dengan Tulisan Tangan. Apa yang pelu aku sampaikan dalam kertas double folio ini. Akhirnya kutulis garis besar isi esaiku sebagai kerangka paragrafnya, dan kutumpahkan isi hatiku mengapa aku ingin melanjutkan pendidikan dan apa yang akan aku lakukan jika aku tidak diterima dalam program beasiswa. Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab dalam esai ini dengan jujur. Akhirnya semua berkas ini dapat kuselesaikan dengan baik dan segera kukirim via pos. jujur saja, aku tidak yakin berkas ini dapat sampai dengan tepat waktu. Sudahlah, biarkan tuhan saja yang bekerja di balik semua ini.
Minggu demi minggu berlalu hingga satu bulan kemudian aku menerima telepon dari panitia beasiswa bahwa aplikasiku diterima dan aku diminta untuk mengikuti tes yang akan diselenggarakan di Jakarta. Tak perlu pikir panjang, untung ada kakak tiriku yang tinggal di jakarta, langsung aku pesan tiket bus dan menuju ke Jakarta . perjalanan ditempuh dalam waktu 24 jam dan sampai juga aku di terminal kampung rambutan Jakarta, sudah beberapa kali aku pergi ke jakarta seorang diri sampai aku hapal bagaimana rute menuju rumah kakakku tersebut tanpa nyasar. Lokasi tes saat itu berada di daerah Ragunan, di sebuah mes. Ternyata aku baru tahu jika tes ini dibagi menjadi beberapa kloter, dan bagianku semua kandidatnya berasal dari sumatera selatan maka kami pun sesama peserta mengenakan bahasa ibu kami. Alangkah terkejutnya aku karena rekan peserta tes ini adalah siswa-siswa yang baru tamat SMA dengan otak brilian dan pengalaman ikut olimpiade sains disana-sini. Sementara aku, sudah tamat  SMA dari dua tahun yang lalu, latar belakang pengalaman menari dari panggung ke panggung, pekerja serabutan  dan pekerjaan berdagang pulsa. Sungguh terlempar jauh dengan mereka yang begitu akademisi, pintar cemerlang. Aku berpasrah diri, modal tempurku hanya membolak-balik buku detik-betik UN 2 tahun yang lalu dan buku tips mendapatkan beasiswa yang kubeli di pasar tempo hari sebelum berangkat. Kedua buku ini yang kubaca sepanjang perjalanan dari Pagaralam sampai Jakarta. Maju ke medan perang dengan tangan kosong tentu akan mati konyol kan, lebih baik bersiap diri sebelumnya.
Hari tes pun tiba, begitu banyak rangkaian tes yang kami jalani. Berlembar-lembar halaman soal psikotes, tes bahasa inggris dan tes potensi akademis. Yang terakhir, aku yakin nilaiku paling jelek. Terang saja hanya berapa soal yang mampu aku jawab khususnya bagian matematika. Sudah 2 tahun otakku beku tidak membaca buku pelajaran. Membahas soal-soal di buku detik-detik UN pun tidak terlalu banyak membantu, selebihnya hanya mengandalkan logika atau ngasal. Ini karena otakku yang tumpul atau ilmu pengetahuan berkembang begitu cepat dalam 2 tahun terakhir ya? Tes pun berlangsung hingga sore hari, selesai tes tertulis kami diminta istirahat oleh tim panitia dan mempersiapkan diri untuk makan malam. Selesai makan malam kami di briefing oleh tim panitia karena besok lokasi tes berada tidak di gedung yang sama melainkan di daerah tendean dan kami akan pergi kesana dengan bus transjakarta. Ini pengalaman baru buatku, tiket sudah dibeli oleh panitia dan besok paginya dibagikan untuk kami. Tes hari kedua adalah tes diskusi panel dan wawancara, kamipun berada di sebuah gedung di daerah tendean yang akan menjadi gedung perkuliahan kami jika kami lolos tentunya. Kami para kandidat penerima beasiswa dikumpulkan dalam sebuah aula dan dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dan dipanggil secara bergiliran untuk memasuki sebuah ruangan yang lebih kecil. Yap, selamat datang dalam diskusi panel. Panitia menjelaskan aturan main dalam tes ini, kami pun membagi peran dalam kelompok kami dan kami diberi satu topik yang perlu kami cari jalan keluarnya. Silahkan ditebak, aku jadi ketua diskusinya. Disini kami belajar bahwa diskusi ini tidak untuk saling menjatuhkan seperti dalam debat melainkan untuk bekerja sama mencari solusi dari sebuah permasalahan. Tes berikutnya adalah wawancara. Hari sudah sore dan dinginnya AC begitu menusuk, tapi keringat dingin terus mengucur dibalik kerah kemeja karena gugup menanti giliran untuk dipanggil menuju ruang wawancara. Wawancara dilakukan secara face to face perorangan. Ada tiga orang pewawancara yang sudah bersedia diruangan, kukira ini akan menjadi wawancara termenegangkan yang pernah ada. Akan tetapi, semua pewawancara sungguh menyenangkan dan membuat suasana menjadi begitu santai, akupun jadi rileks sampai tidak ragu untuk menjawab semua pertanyaan dengan baik dan lancar. Mungkin ini satu-satunya wawancara dimana aku bisa tertawa di dalam ruangan.
stress abis tes langsung gila di depan kamera


Hari ketiga sekaligus hari terakhir dalam rangkaian tes ini, hanya ada satu agenda pada hari ini yaitu mengajar! Karena fakultas yang akan kami pilih adalah keguruan, jadi kami diharuskan untuk bisa mengajar. Coba tebak siapa yang kami ajar, siswa kami adalah siswa-siswi anak kurang mampu yang bersekolah di masjid terminal depok. Sekolahnya unik, bangunannya terbuat dari bekas kontainer bahkan ada kelas yang terbuka dan belajrnya di dalam pondok atau saung, Acnya langsung dari udara terbuka. Kami harus mengumpulkan siswa-siswa kami yang masih sibuk main di luar kelas. Aku kebagian mengajar kelas 1 SMA, kelasku jauh dari kata layak. Murid-murid duduk di lantai dan menulis diatas bangku yang panjang. Belajar bisa dimana saja,kan? Akhirnya semua murid pun masuk di kelas kami. Sudah ada tim penilai yang berada di dalam kelas dan kami mengajar dalam kelompok. Untung dulu aku aktif di sanggar dan beberapa kali sempat mengajar tari untuk adik-adik kelasku, sedikitnya aku ada gambaran mengajar itu bagaimana. Kami mengajar bahasa inggris dengan topik Simple Past Tense, ini hasil rapat singkat yang kami lakukan sebelum masuk kelas tadi. Siswa-siswi dikelas masih sibuk dengan diri mereka masing-masing, kami benar-bena diacuhkan di kelas. Mungkin karena usia yang berbeda 1-2 tahun jadi respek itu susah kami dapatkan. Kelas begitu gaduh ditambah suara anak-anak kecil berlarian di luar kelas sembari teriak begitu lengkap untuk menyebut kelas ini lebih ramai daripada pasar. Kami pun berpencar di dalam kelas dan mendampingi anak-anak yang belum siap untuk belajar. Pintu kelas kami tutup dan kami memperkenalkan diri dengan suara lantang untuk memancing perhatian mereka. Ternyata cukup berpengaruh untuk memancing siswa memperhatikan kami yang sedang berbicara di depan kelas. Terima kasih tuhan, kami pun begitu akrab dengan siswa seperti layaknya teman sebaya. Mereka memanggil kami kakak, bukan bapak atau ibu. Satu respon yang saya terima dari salah satu siswa, “Kak, kaka orang jawa ya? Medok banget tadi ngajarnya”. Jelas aku tertohok, karena aku selama ini tinggal di pagaralam-sumatera selatan dan dia bilang aku medok. Memang sih aku keturunan jawa, tergambar jelas dari wajahku, tapi masa iya aku medok? Aku bingung menanggapinya, ku balas saja “masa sih kakak medok? Memang gimana tadi ngomongnya?” diapun mencontohkan gaya bicaraku dengan konyol dan itu memancing tawa teman-temannya. Aku pun ikut tertawa, membuat orang tertawa dapat pahala kan ya?
dibriefing dulu sebelum dilepas di lapangan

tes mengajar

Aku selalu percaya bahwa beasiswa itu diberikan untuk orang yang layak dan bekerja keras untuk mengusahakannya, bukan semata-mata karena hadiah atas sebuah kepintaran atau menang lomba. Aku percaya bahwa tim panitia melihat kandidat penerima beasiswa ini sebagai manusia (see person as a person) bukan karena latar belakang keluarganya atau seberapa pintar dia. Aku juga yakin telah merepresentasikan diriku sebaik-baiknya dan mengeluarkan potensiku semaksimal mungkin. Sisanya biarlah tuhan yang bekerja. Setelah selesai semua rangkaian tes, aku kembali ke pagaralam dan melanjutkan rutinitasku bekerja di konter. Hari demi hari berlalu dan hatiku harap-harap cemas menanti pengumuman. Hingga suatu hari aku  mendapat telepon dari panitia beasiswa putera sampoerna foundation bahwa aku diterima sebagai salah satu mahasiswa di sampoerna  school of education. Tak dapat lagi kuungkapkan dengan kata-kata betapa bahagianya aku. Sujud syukurku kupersembahkan untuk allah karena telah menghijabah doa dan tangisku selama ini. Keinginanku untuk kuliah sudah di depan mata. Tak kusangka, aku yang sudah 2 tahun tidak belajar secara formal ini ternyata dipertimbangkan oleh tim penilai dari program beasiswa Putera Sampoerna Foundation.
bersama guru terbaik dan teman-teman pilihan tuhan


Dengan diterimanya aku  sebagai mahasiswa di sampoerna school of Education berarti aku juga harus meninggalkan usahaku yang sudah kurintis selama ini. Jujur saja, usaha ini sedang berada dipuncak kesuksesannya. Penghasilanku pun mulai stabil dan aset daganganku semakin bertambah. Akan tetapi, sedikitpun aku tidak ragu untuk meninggalkan semua ini. Karena keinginanku sudah terwujud, aku ingin kuliah dan itu segera terwujud. Orang tuaku mengikhlaskan kepergianku ke Jakarta, karena mereka yakin ada kesempatan yang jauh lebih besar di luar sana. Ibuku sangat mendukung pendidikanku, dia ingin aku menempuh pendidikan setinggi-tingginya dan terus berjuang untuk masa depan yang lebih baik. Setelah lebaran tahun 2009, aku berangkat ke Jakarta dengan dilepas oleh kedua orang tuaku, kakakku dan teman-teman geng dengan bercucuran air mata. Jakarta, aku siap mengukir masa depanku!
bersama gadis cantik yang selalu mendukung perjuangan gw, emaaaakkkk

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer